Friday, October 5, 2012

Koruptor, Layakkah Dihukum Mati?

Kemarin nonton acara Kick Andy di Metro TV dibahas tentang korupsi. Masyarakat disurvey tentang reaksi mereka terhadap masalah-masalah korupsi seperti pengurusan SIM yang berbelit-belit, apakah masyarakat rela membayar uang pelicin? Lalu apakah masyarakat optimis bahwa lembaga pendidikan sanggup menjadi tempat mendidik calon generasi penerus yang anti korupsi? Dsb dsb. Salah 1 pertanyaan yang menarik adalah hukuman apa yang dirasa setimpal oleh masyarakat untuk diberlakukan kepada terpidana korupsi. Ternyata jawaban mayoritas adalah hukuman mati. Bahkan lebih tinggi dari opsi lain yaitu hukuman penjara seumur hidup ataupun dimiskinkan. Apakah hukuman mati tersebut adil? Apakah memang layak kejahatan korupsi dihukum mati? Ataukah hukuman mati pun tidak cukup?
Before we answer that question, maybe it's necessary to see the essence purposes of punishment. Beberapa tujuan dari hukuman adalah:
1. sebagai deterrent, maksudnya menjadi contoh supaya yang lain tidak meniru melakukan kejahatan.
Bila korupsi dihukum mati maka ini akan menjadi deterrent yang luar biasa bagi para calon koruptor lain. Bisa dibilang bila ini diterapkan tidak akan ada yang namanya koruptor, kalaupun ada pasti dijamin koruptor kelas paus (bukan kakap lagi). Karena siapa yang mau korupsi 10 M tapi kalau ketangkap dihukum mati? Kalau korupsinya 100 Trilliun? Mungkin walaupun hukumannya mati masih tetap ada yang siap melakukan demi memperkaya anak cucunya sampai 7 turunan. Nah, kalau ada korupsi sampai segitu besarnya apa iya susah sekali membuktikannya? Pasti jauh lebih gampang daripada membuktikan hasil korupsi yang "cuman" 10M (karena aliran uang yang lebih besar membutuhkan tempat penampungan yang lebih besar, aliran dana keluar masuk yang lebih sering atau lebih besar, membutuhkan banyak filter2 administrasi dsb). Jadi ditinjau dari sudut deterrent, hukuman mati untuk korupsi adalah cocok sekali.
2. sebagai justice servant, maksudnya memuaskan rasa keadilan masyarakat.
Korupsi layak dihukum karena pada dasarnya sama seperti mencuri yang bukan haknya. Maka koruptor yang berkeliaran bebas atau dihukum ringan mencederai rasa keadilan masyarakat. Tapi seberapa berat seharusnya sampai rasa keadilan masyarakat terpuaskan? Memang untuk point ini, bersifat sangat relatif tergantung persepsi masyarakat mengenai seriusnya kejahatan korupsi. Maraknya jawaban hukuman mati untuk koruptor menunjukkan masyarakat sangat serius melihat kejahatan korupsi ini.
3. sebagai alat pembayaran kesalahan
Biasa hukumannya berupa kerja tanpa upah atau bayar denda. Kalau point sebelumnya sangat relatif maka point yang ini sebetulnya cukup objektif dan bisa dihitung. Berapa yang dia korupsi harus dikembalikan sejumlah tersebut berupa denda plus tambahan untuk membuat dia jera. Bila hukuman mati ditinjau dari point ini berarti jumlah yang dibayarkan koruptor sebagai denda melebihi kesalahan dia (asumsi nyawa manusia tidak ternilai, walaupun sebenarnya secara ekonomi saya bisa buktikan bahwa itu tidak benar, tapi untuk argumen ini mari kita anggap nyawa manusia nilainya tak terbatas). Di point ini hukuman mati sangatlah tidak adil bagi para koruptor.
4. sebagai rehabilitasi
hukuman dikenakan supaya yang bersalah bisa berubah dan ketika selesai menjalani masa hukuman dapat membaur ke masyarakat tanpa menimbulkan masalah di sekitarnya lagi. Sekali lagi hukuman mati dalam tinjauan point ini juga sangat memberatkan koruptor karena tidak adanya kesempatan untuk bertobat dan kembali ke masyarakat.
Jadi dari 4 point ini kita mendapat kesimpulan 1 suara pro, 1 suara g jelas (point kedua kurang objective), 2 suara kontra untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Aku bukannya anti hukuman mati, karena hukuman mati aku rasa perlu diberlakukan kepada suatu kejahatan luar biasa yang mana unsur deterrent nya harus jauh melebihi 3 unsur yang lain seperti terorisme, genocide, dan setaranya. Apakah hukuman terhadap korupsi juga memiliki unsur no 1nya yang jauh melebihi point2 lainnya? Aku masih belum terlalu yakin if that's the case so far, I might change in the future though.
Lalu hukuman apa yang cocok? Menurutku dimiskinkan dan hukuman sosial bisa dipertimbangkan. Bentuk hukuman sosial yang sudah mulai dilakukan oleh korupedia.org sudah betul, jadi selamanya nama-nama para koruptor itu akan dikenang dan dikenal.
What do you think?

Monday, October 1, 2012

Soccer Fandom Realities: Which One Are You?

As the world's most popular sport, soccer is definitely interesting untuk dibahas dari sudut manapun. Mulai dari klub/negara mana yang paling jago, pemain mana yang paling hebat, pelatih mana yang paling jeli sampai club owner mana yang paling royal belanja pemain. Tapi sangat jarang ada ulasan mengenai fans, thus, this article is dedicated to those who love the sport.
Inggris terkenal dengan suporternya yang sangat fanatik sampai disebut hooligans karena sering bikin rusuh hanya karena masalah sepakbola. Sampai timbul ungkapan "You can change you wife, you can change your religion, but you will never change your club." But not all of the fans are hardcore fans. Berikut adalah pengamatan pribadi penulis sekaligus dari beberapa sumber buku mengenai soccer mengenai jenis-jenis fans yang ada:
1. Fanatik karena alasan geografis
Kalau melihat tim seperti AC Milan, MU, Barcelona, Real Madrid bisa mempunyai fans yang begitu banyak tentu saja bukan sesuatu yang aneh melihat prestasi mereka di dunia international. Tapi kalau tim seperti Cesena, Crewe Alexandra, Extremadura dan sejenisnya bisa memiliki peggemar, nah itu baru unik. Selidik punya selidik most of their fans are local people who live around their homebase. Jadi lebih karena fanatisme geography dan bukan karena segi prestasi. Tipe fans seperti ini biasanya setia tidak tergantung dari prestasi tim yang didukung.
2. Monogamous Fanatism
Fans ini cuman bisa cinta kepada 1 tim saja, entah dengan alasan apapun, bahkan tim seperti MU bisa memungkinkan memiliki fans jenis ini di luar wilayah Manchester atau bahkan di luar negri seperti di Indonesia. Fans jenis ini cinta mati hanya untuk 1 tim saja, tidak ada cadangan tim lain atau berpindah-pindah tim karena prestasi yang naik turun. Akupun termasuk jenis yang ini. Cinta matinya hanya untuk AC Milan (atau Italy kalau timnas), aku pernah coba untuk nonton tim lain, hanya saja tetap tidak ada greget...tidak ada sport jantung...tidak ada keringet gugup...datar..just enjoy the game. My heart already belongs to one team and one team only. Biasanya cinta awalnya karena prestasi atau permainan tim yang bagus, baru setelah "jatuh cinta" prestasi dan fanatisme jadi tidak ada relevansinya lagi. Makanya jarang sekali ada Southampton Fans Club di Indonesia, ataupun Bologna Indonesian Fans Club. Mereka gagal atau sulit untuk membuat orang bisa jatuh cinta pada pandangan pertama.
3. Polygamous Fanatism
Nah, yang ini unik. Fans jenis ini bisa "jatuh cinta" pada lebih dari 1 team. Jadi bisa menjadi fans Arsenal di Liga Inggris tapi juga fans Juventus di Liga Italia. Atau kalau yang lebih nyeleneh bisa 2 tim di liga yang sama, semisal menjadi fans AC Milan dan Inter Milan. Jujur saja, aku pun tidak mengerti bagaimana bisa seseorang meletakkan hati di 2 tempat, apalagi yang saling bersaing, walaupun pada kenyataannya ada.Tidak jarang juga fans jenis ini berpindah-pindah team tergantung dari prestasi. Jadi seperti akhir-akhir ini pastilah fans Barcelona dan Spanyol jenis polygamous semakin menjamur, sama seperti fans Manchester United atau Chelsea pada 5-6 tahun yang lalu. Jadi ada kemungkinan 4-5 tahun ke depan polygamous fans Manchester City dan PSG bisa menjamur bila mereka menuai prestasi yang baik secara konsisten.
4. Que Sera Sera
Kalau jenis yang ini, fans yang masa bodo. Mau sapa yang menang atau kalah ga peduli yang penting pertandingannya yang menarik, banyak gol, banyak drama. Fans jenis ini tidak akan mengerti atau tidak mudah jatuh hati pada 1 team manapun.

For now, that's all I can tell, I have no clue if there is other kind of fandom out there. So which one are you?

Sunday, August 26, 2012

Tuhan Omnipotent...Really??

Kemarin Minggu ikut kebaktian di gereja GKA Trinitas. Tema yang dibawakan mengenai 3 karakteristik Tuhan yaitu Omnipotent (Maha Kuasa), Omniscience (Maha Tahu), dan Omnipresent (Maha Hadir). Benar-benar khotbah yang padat untuk tema yang cukup berat. Memasuki pembahasan mengenai karakteristik Tuhan yang pertama yaitu Omnipotent, pengkhotbah mengatakan bahwa ada suatu pertanyaan yang dilontarkan mengenai karakter yang satu ini, yaitu "Bila Tuhan itu Maha Kuasa, bisakah Dia membuat suatu batu yang besaaarrr sekali sehingga Dia tidak bisa mengangkatnya?" Apapun jawaban dari pertanyaan itu (ya/tidak) akan menunjukkan ketidak Maha kuasaan Tuhan. Suatu dilema bagi orang Kristen untuk mengakui bahwa Tuhan tidak Maha Kuasa.
Itu membuat aku untuk berpikir...how should I answer that question if it was being asked to me? After some thinking processes being done in my mind (sorry, sempat wandering around pikirannya gara2 pertanyaan tsb jadi ada beberapa point di khotbah Minggu malah terlewatkan gara-gara asyik dengan pikiran sendiri hehehe), aku mungkin akan menjawab "Tidak!" Kalau begitu apakah berarti Tuhan tidak Maha Kuasa? Ada limit terhadap kuasa-Nya? Jawabanku: YA!
Menurutku Tuhan memang terlimit oleh DiriNya Sendiri. Apakah mungkin Dia membuat sesuatu yang lebih besar dari DiriNya?
He is limited to Himself...why are we so afraid to say that He is limited? He is limited to logical rules that He made Himself.
Contoh limit2 yang lain, apakah bisa Tuhan membuat segitiga yang tidak mempunyai sudut? Atau membuat lingkaran yang memiliki sudut? Aku rasa tidak bisa..
Of course Tuhan bisa membuat banyak miracles yang no human can do..contohnya mengubah air menjadi anggur...berjalan di atas air...dll tapi semua mujizat itu tidak melanggar logika hanya melanggar hukum fisika (alam). Tapi belum ada mujizat yang melanggar logika seperti contoh di atas.
Well, semoga aja aku tidak menyesatkan orang dengan artikel ini hehehehe...sorry kalau salah..

Sunday, July 22, 2012

Ekonomi vs Mamaku

Minggu kemarin mama belikan aku 1 nasi bungkus untuk makan siang. With a thankful heart i opened it and the smell was gooooddd. Mama temenin aku makan sambil ngobrol-ngobrol aja. Lalu mama lihat aku sisain nasi. "Kok ga dihabisin sih nasinya?" kata mama, "Dah kenyang ma..", "Banyak yang kelaparan kok kamu malah buang nasi?"
Nah, itu dia, statement yang serriinng banget aku dengar yang dipakai untuk menasehati agar seseorang menghabiskan makanannya sampai tuntas. Dulu sih nurut-nurut aja...daripada dimarahin ya aku habisin, tapi berhubung sudah gede kan juga perlu mikir kan.
Let me put on my economics hat (been dusty and rusty hehehe). Bagaimana hubungan antara aku menghabiskan makanan bisa menolong orang-orang yang kelaparan? atau sebaliknya bagaimana aku yang tidak menghabiskan makanan itu membuat penderitaan orang yang kelaparan semakin menjadi.
Okay, yuk straighten up some logic: 1. kita setuju bahwa apa yang aku konsumsi berarti orang lain tidak bisa konsumsi (ya dong, masak aku makan daging dan orang lain bisa makan daging yang aku makan...kecuali aku makan lalu muntah lalu dimakan orang lain...yuukkksss)
2. kita setuju bahwa setiap manusia memiliki limit perut, ketika melebihi limit itu kita akan sakit atau paling tidak ya menjadi tidak nyaman. (kecuali mungkin beberapa orang yang aku kenal memang tidak memiliki limit perut, apapun yang dimakan seperti hilang ditelan Black Hole, teori ini tidak berlaku untuk orang2 tersebut)
Berdasarkan logika yang pertama:
Apa yang aku makan seharusnya tidak menolong ataupun merugikan orang lain yang kelaparan. Justru dengan semakin banyaknya makanan yang aku makan semakin sedikit yang tersisa untuk orang lain sehingga bisa drive up the price. Justru dengan menyisakan makanan itu berarti semakin banyaknya makanan tersedia untuk orang lain, bila diasumsikan sisa makanan itu dibungkus dan diberikan kepada orang lain yang mau. Kalaupun pada akhirnya dibuang tetap saja tidak merugikan siapa pun.
Berdasarkan logika yang kedua:
Bahwa menghabiskan makanan adalah tanda bahwa kita mensyukuri apa yang kita punya itu aku setuju. Membuang-buang makanan secara tidak perlu dan berlebihan adalah tindakan tidak menghargai apa yang Tuhan sudah anugerahkan. Tetapi menurut aku juga perlu diberi garis bawah bahwa tubuh kita perlu dijaga juga. Kembali pada problem nasi bungkus tadi, mau tidak mau kita harus menerima porsi yang sudah diberikan. Untuk setiap sendok nasi yang aku makan akan memberikan benefit yang berbeda-beda (marginal profit). Sendok pertama biasanya memberikan benefit paling tinggi karena aku dalam keadaan lapar dan sendok pertama gave a rewarding feeling the most. Semakin lama semakin berkurang karena perut semakin kenyang sehingga keuntungan yang didapat dari makan nasi tersebut semakin sedikit. Sampai pada akhirnya aku dalam keadaan kenyang yang mana berarti keuntungan yang aku dapat adalah 0 untuk sendok nasi yang terakhir tersebut. Bila aku masih meneruskan makan nasi berarti sendok nasi yang berikutnya memiliki benefit less than 0 alias negatif alias justru merugikan. Lalu kenapa aku harus memaksa diri untuk mengambil semua nilai negatif tersebut padahal juga tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan dalam proses tersebut selain diri sendiri (ingat logika yang pertama tadi).
Nah, bottom line is secara hukum ekonomi pembuangan/penghamburan/penyisaan yang dalam batas wajar adalah efisien dan masuk akal untuk dilakukan. Yang justru tidak masuk akal adalah memaksakan diri untuk tidak membuang atau menghamburkan apapun tapi tidak memberikan benefit apa-apa kepada siapa-siapa.
Anyway, I love my mom and I think it is a great teaching for any kids to minimize any unnecessary waste and not making it as a habit. If u know how and it is under your control try your best not to make any waste. And for parents, we need to know as well when to throw away food..unless u don't mind your kids having problem with obesity.

Friday, May 18, 2012

No Country For Old Man

Kalau liat judulnya mungkin ada yang ngira aku lagi bikin blog untuk review filmnya Clint Eastwood dengan judul yang sama....jawabannya adalah salah besar!! G ada hubungannya cuman aku sendiri yang menghubung2kan judul itu ke point that I am about to make.
Di koran sudah mulai jadi perbincangan hangat soal kandidat Presiden untuk 2014 (masih jauh kan benernya?? I know...ngapain juga dah mulai bingung). Banyak sekali wacana bahwa para Capres tua itu sudah tidak seharusnya calonin diri lagi karena Indonesia butuh perubahan dan orang tua adalah identik dengan kolot dan anti perubahan. Is that true?
Manusia pada dasarnya adalah makhluk statistik (nah tuh..ini istilah yang aku buat sendiri, copyrighted by Henry Suteja). Maksudnya pada setiap kepala manusia ada suatu set of data yang membantu kita untuk membuat keputusan...mulai keputusan kecil sampai besar. Contoh: setiap hari kita menyetir dari rumah untuk menuju ke tempat kerja misalnya. Nah, kita memiliki banyak options untuk mengambil jalan yang mana kan? Karena seringnya kita menyetir ke 1 tujuan yang sama tersebut membuat kita memperoleh suatu set of data ttg kondisi traffic di jalan tersebut pada waktu itu. Kalau katakanlah dari 10 kali melewati jalan tersebut 8 diantaranya macet, maka secara alam bawah sadar kita akan mencatat bahwa jalan itu pada jam itu = macet. Cari alternatif jalan lain!! Semakin lengkapnya data set kita maka kita akan semakin susah percaya untuk menerima berita/fakta/argumen yang bertentangan dengan data set kita. Katakanlah kita sudah pernah melalui jalan itu 1,000 kali dan 90% di antaranya macet tiba-tiba ada teman yang mengatakan: "hei lewat jalan itu aja, tidak mungkin macet lah" kita secara normal pasti akan menolak atau minimal mengambil sikap skeptis.
Nah, itulah yang terjadi dengan orang tua. Mereka bukan karena salah DNA nya, bukan salah siapa2...tapi mereka hanya being human...being statistical beings. Data set mereka sudah banyak sekali sehingga untuk menerima pesan bahwa ada sesuatu yang berbeda yang lebih baik itu mereka pasti minimal akan bersikap skeptis.
Sama seperti dalam kasus matahari terbit. Aku sudah mengalami matahari terbit dari Timur dan tenggelam di Barat selama 28 tahun (28*365 kali)...nah bayangin aja kalau suatu saat ada yang berkata: "besok matahari akan terbit dari barat dan tenggelam di timur" Apa yang bakal aku bilang? "Omong kosong, pulang sana dan minum obat penenang". Tapi coba bandingankan dengan anak umur 3 tahun ((365*3)-hari mereka tidak pernah tahu apapun tentang terbit tenggelamnya matahari) yang mana data set mereka mengenai terbit dan tenggelamnya matahari masih tidak terlalu banyak. Kemungkinan besar dengan suatu pesan yang sama, anak umur 3 tahun akan lebih mudah percaya. Bukan berarti mereka bodoh lho. Buktinya kalau mereka setiap hari dipaksa makan sayur yang mereka tidak suka dan itu terjadi buanyak kali, coba aja beritau mereka suatu hari bahwa sayur yang mereka benci ini sekarang sudah enak rasanya (tanpa ada perubahan cara masak dll)...apakah mereka bakal percaya? G mungkin, atau paling tidak g mungkin dengan gampang dia bakal bilang "ok, aku makan" (asumsi tanpa disertai ancaman atau iming2 es krim kalau makan sayurnya lho ya)!! So, manusia adalah statistical being. It has nothing to do with age, it's all about the size of the data set.
Kembali ke soal Capres tua tadi, aku bukan berarti bilang bahwa Capres tua berarti kandidat yang lebih baik karena mereka memiliki data set yang lebih luas sebab jangan lupa zaman, budaya, gaya hidup manusia terus berubah sehingga BILA data set yang mereka miliki ternyata tidak applicable dengan situasi terkini...ya repot memang.
Dosen statistikku selalu bilang statistician yang baik itu kuncinya 2:
1. data set yang banyak/lengkap/detail
2. interpretasi yang tepat sesuai konteks dari data set yang sudah terkumpul (recommended reading: how to lie with statistics!!)
So, bukan masalah tua atau muda yang menjadikan orang layak jadi Presiden tapi kepekaan untuk melihat situasi yang ada sekarang dan memang memiliki data set yang cukup banyak dan tepat untuk tahu action apa yang diperlukan untuk membenahi.
Ciao...back to work!!!

Sunday, May 6, 2012

Ready for Reset Button!!

Well, last night was the end for Milan's journey for 2011/2012 season. Kalah dari Inter memang pahit, apalagi kalau sampai menyebabkan Milan tanpa gelar musim ini. Losing sucks!!! I won't put any sugar on that..it just sucks badly, especially after a great start we had (note: whenever i say "we" I mean Milan and I). We had a chance to compete for three titles (Champions league, serie a, dan coppa), but one by one the hope has been crushed by bitter reality. We ended up with nothing this year.
Antonio Nocerino, the midfielder, gave a great post-match comment last night: "Unfortunately tonight when I saw Abbiati and Bonera leave the field, it was the story of our entire season. The important thing is that even with so many injuries we were in it to win it right until the end. This team and this club never wastes time with ‘ifs’ and ‘buts’ and next season we’ll be aiming once again for the Champions League, the Scudetto and the Italian cup. We gave all we had in the face of a lot of difficulties but we were up against a team that never lost and that’s why credit goes to them. They did well."
Yup, I am so proud of this team. We never waste time with something that we can't change, always focus on what in front of us. This season might be over, but it is not the end of the world, there is always the next season, a chance to push the reset button.
Today we would put our sackloth robe on and mourn about how close we were in winning this championship. But that would be the last time you saw us mourning. This wednesday we have a game to win, a chance to conclude this chapter with a winning, a winning that we all deserve to have after a great fight we put for the entire season.
Don't grudge for undeserved penalties we received during a match against barca, don't grudge over disallowed fair goal against juventus...that's life, accept the reality, sometimes it smiles on us, but sometimes it could turn his back on us as well.
The most important thing is be prepared...don't waste a chance to reset next season. Regardless what happened to us this season, the next season all teams will start with 0 point, all equal.
Stop depending too much on ibra and silva. Find a better playmaker to share ibra's burden. Some strong and agile midfielders to replace gattuso and ambrosini should be considered. Abate, De sciglio, sharawy...improve skills and mentality...forget the mistakes you made this season, all great players had done it before, don't let them blocking ur way to improve.
Thumbs up for Juve, enjoy while it lasts...next season is ours!!!

Forza Milan

Tuesday, April 3, 2012

Disturbing The Comfortable Zone


Baru-baru ini aku dan istri menonton bioskop di salah satu Mall yang besar di Surabaya. Kaget juga mengetahui ada ruang lounge khusus untuk para pembeli tiket yang menunggu jadwal diputarnya film. Setahuku menunggu di lobi bioskop sudah cukup nyaman dengan kursi empuk dan AC nya yang dingin. Ternyata untuk ukuran zaman sekarang, itu dirasa masih kurang nyaman. Ternyata ada pula bioskop yang malah menyediakan kursi yang bisa diturunkan sandarannya sampai pada posisi tidur lengkap dengan bantal, selimut dan camilannya. Luar biasa!!!
Semakin lama kita semakin terbiasa dengan kenyamanan dan semakin alergi dengan kata-kata seperti 'sakit', 'perjuangan', 'proses', 'susah' dan kata-kata sejenis. Tanpa sadar kita seperti hidup di dalam suatu bubble yang memproteksi kita dari hal-hal yang tidak nyaman tadi. Ada suatu frasa yang sangat terkenal untuk melukiskan bubble tersebut yaitu comfort zone. A zone to live comfortably.
Ada beberapa masalah mengenai comfort zone ini, setidaknya ada tiga menurut saya. Pertama, seiring dengan berjalannya waktu comfort zone cenderung menjadi semakin sempit. Apa yang dahulu dirasa nyaman, di waktu ke depan bisa berubah menjadi tidak nyaman. Akan tiba waktunya kursi empuk dan AC dingin tidak lagi masuk kategori nyaman, dan akan juga tiba waktunya kursi yang bisa diturunkan sampai posisi tidur dengan bantal, selimut dan camilan juga menjadi tidak nyaman. Sebaliknya saya jarang sekali mendengar yang dahulunya dalam kategori tidak nyaman bisa masuk ke kategori nyaman kecuali ada suatu 'pencerahan.' Dengan semakin sempitnya comfort zone juga berarti semakin banyak hal-hal yang menganggu kita. Semakin sering kita akan mengeluh dan frustrasi menghadapi hidup ini. Ujung-ujungnya ya pasti menyalahkan faktor di luar diri kita sendiri, salah orang lain, salah situasi, salah negara dan bahkan salah Tuhan yang menyebabkan kita 'menderita'. Gereja pun disesaki dengan program-program yang bertopik seperti "Dimana Tuhan Ketika Aku Menderita?" "Apakah Itu Cinta? Deritanya Tiada Akhir," "Ketika Kita Melayani Tuhan Tapi Hidup Tetap Sengsara" dll. Padahal inti permasalahan kebanyakan dari kita adalah toleransi kita terhadap 'ketidaknyamanan' yang sangat kecil.
Masalah kedua adalah bukan apa yang kita lakukan selama di dalam comfort zone, tapi apa yang tidak kita lakukan. Saya teringat dengan kisah Petrus yang berjalan di atas air (Matius 14:28) Yup, Petrus ketika itu 'menantang' Tuhan Yesus untuk mengajak dia berjalan di atas air menemui-Nya. Dengan iman yang berbau nekad, Petrus pun melangkah keluar dari perahu mendatangi Tuhan Yesus, dan jadilah dia manusia ketiga yang berjalan di atas air setelah Tuhan Yesus dan ninja Hattori. Pengalaman Petrus itu bisa didapat karena dia bertindak keluar dari comfort zonenya. Tentu saja perlu ada pertimbangan, tapi bila Tuhan memang memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu di luar comfort zone, lakukanlah dan kita akan memiliki pengalaman-pengalaman yang tidak akan pernah didapat oleh orang-orang yang bermain aman dan nyaman.
Terakhir mengenai comfort zone adalah sesuai dengan namanya...comfort..tidak ada yang menganggu..semua stabil...dengan kata lain: membosankan. Kita akan menjalani kehidupan yang monoton dan membosankan. Tidak ada inspirasi dan kreativitas keluar dari pikiran kita. Yang ada hanya menjalani hidup seperti robot. Tuhan menjadikan kita lebih dari itu, Dia menginginkan kita untuk mencipta, berkreasi dan berelasi. Gereja harus mulai berkampanye tidak hanya "Say no to drugs!!" tapi juga "Say..onara boring life!!!"
Tuhan Yesus mati dan bangkit untuk manusia agar kita memiliki kehidupan setelah kematian, tapi juga untuk memiliki 'kehidupan' selama kita di dunia ini. Cheers!!!

Thursday, January 26, 2012

BBM Subsidi: Cabut atau Jangan??

Akhir-akhir ini sering terjadi pembicaraan hangat mengenai BBM non subsidi. Ada beberapa wacana yang sedang dibahas di media:
1. BBM Subsidi (Premium) tidak boleh dikonsumsi oleh kendaraan pribadi. Yang mana kemudian ide ini menjadi semakin rumit dengan argumen bahwa tidak semua orang yang memiliki kendaraan pribadi itu orang mampu sehingga perlu pembatasan mengenai tahun produksi mobil dalam melarang/mengijinkan pembelian BBM subsidi.
PRO: dengan asumsi bahwa subsidi tersebut dialihkan ke perbaikan di bidang lain, maka ide ini akan mengefisienkan pengalokasian dana APBN. Sehingga hanya yang betul-betul membutuhkan yang akan dibantu.
CONTRA: gimana cara kontrolnya??? Bagaimanakah cara pemerintah mengontrol apakah yang membeli BBM  subsidi itu benar-benar bukan kendaraan pribadi? Apakah pasang webcam di SPBU? Atau hanya sekedar undang-undang saja? Pengalaman mengatakan bahwa membuat peraturan di Indonesia itu mudah, yang susah dan mahal adalah masalah pengontrolan. Maka ide ini bila mau diterapkan dengan efektif maka harga yang dibayar pastilah mahal, daripada buang2 duit untuk kontrol ya mending buat subsidi BBM aja toh.

2. Harga premium dinaikkan menjadi Rp6.500 dari Rp4.500.
PRO: Pengaplikasian mudah dan murah
CONTRA: Kenaikkan 2000 rupiah per liter pasti sangat dirasakan masyarakat kelas bawah yang mana pasti akan bersambut dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.

3. Konversi dari BBM menjadi BBG (gas). Dengan meng-install alat tertentu ke mobil pribadi maka kendaraan bisa diisi dengan BBG yang lebih murah.
PRO: menghemat persediaan BBM untuk jangka panjang dengan adanya alternatif energi lain. Juga cukup efektif untuk menghemat subsidi BBM.
CONTRA: denger-dengernya sih alatnya Rp10 juta!!! Busseeetttt!!!! Lagian isi BBG itu dimana ya?? kok jarang keliatan?

Karena tidak mau dikritik sebagai tukang kritik maka saya wajib memberikan pandangan saya untuk masalah ini.
Jangka pendek: kendaraan niaga dan kendaraan umum yang terdaftar pemiliknya akan dikirimin voucher yang hanya bisa ditukarkan untuk pembelian BBM. Jadi yang dapat subsidi ya hanya kendaraan yang dipakai untuk urusan produktif supaya subsidinya bisa multiply menggerakkan ekonomi. Lalu gimana dengan kendaraan pribadi orang-orang yang tidak mampu? Ini memang masalah rumit...idealnya ya kalau g sanggup beli BBM non subsidi ya terpaksa beralih ke kendaraan umum. Ya ya aku tau kendaraan umum di Indonesia masih belum reliable, sering terlambat, banyak kriminalitas. Nah semoga aja dengan pengorbanan jangka pendek rakyat "menengah bawah" (kalau rakyat bawah pasti g punya kendaraan pribadi, pasti naik kendaraan umum) pemerintah bisa mengalihkan subsidinya untuk membuat incentive kepada swasta untuk membuka persaingan di bidang jasa transportasi umum, sehingga jangka menengah atau panjangnya bisa menjadi suatu opsi yang tidak menakutkan.

Jangka panjang: untuk semua kendaraan pribadi yang masuk Indonesia terutama yang mewah diwajibkan untuk diinstal alat konversi BBM ke BBG tersebut. Kalau produksi secara massal pasti harga bisa lebih ditekan. Tapi kompensasinya ya SPBU untuk BBG harus diperbanyak.