Friday, October 5, 2012

Koruptor, Layakkah Dihukum Mati?

Kemarin nonton acara Kick Andy di Metro TV dibahas tentang korupsi. Masyarakat disurvey tentang reaksi mereka terhadap masalah-masalah korupsi seperti pengurusan SIM yang berbelit-belit, apakah masyarakat rela membayar uang pelicin? Lalu apakah masyarakat optimis bahwa lembaga pendidikan sanggup menjadi tempat mendidik calon generasi penerus yang anti korupsi? Dsb dsb. Salah 1 pertanyaan yang menarik adalah hukuman apa yang dirasa setimpal oleh masyarakat untuk diberlakukan kepada terpidana korupsi. Ternyata jawaban mayoritas adalah hukuman mati. Bahkan lebih tinggi dari opsi lain yaitu hukuman penjara seumur hidup ataupun dimiskinkan. Apakah hukuman mati tersebut adil? Apakah memang layak kejahatan korupsi dihukum mati? Ataukah hukuman mati pun tidak cukup?
Before we answer that question, maybe it's necessary to see the essence purposes of punishment. Beberapa tujuan dari hukuman adalah:
1. sebagai deterrent, maksudnya menjadi contoh supaya yang lain tidak meniru melakukan kejahatan.
Bila korupsi dihukum mati maka ini akan menjadi deterrent yang luar biasa bagi para calon koruptor lain. Bisa dibilang bila ini diterapkan tidak akan ada yang namanya koruptor, kalaupun ada pasti dijamin koruptor kelas paus (bukan kakap lagi). Karena siapa yang mau korupsi 10 M tapi kalau ketangkap dihukum mati? Kalau korupsinya 100 Trilliun? Mungkin walaupun hukumannya mati masih tetap ada yang siap melakukan demi memperkaya anak cucunya sampai 7 turunan. Nah, kalau ada korupsi sampai segitu besarnya apa iya susah sekali membuktikannya? Pasti jauh lebih gampang daripada membuktikan hasil korupsi yang "cuman" 10M (karena aliran uang yang lebih besar membutuhkan tempat penampungan yang lebih besar, aliran dana keluar masuk yang lebih sering atau lebih besar, membutuhkan banyak filter2 administrasi dsb). Jadi ditinjau dari sudut deterrent, hukuman mati untuk korupsi adalah cocok sekali.
2. sebagai justice servant, maksudnya memuaskan rasa keadilan masyarakat.
Korupsi layak dihukum karena pada dasarnya sama seperti mencuri yang bukan haknya. Maka koruptor yang berkeliaran bebas atau dihukum ringan mencederai rasa keadilan masyarakat. Tapi seberapa berat seharusnya sampai rasa keadilan masyarakat terpuaskan? Memang untuk point ini, bersifat sangat relatif tergantung persepsi masyarakat mengenai seriusnya kejahatan korupsi. Maraknya jawaban hukuman mati untuk koruptor menunjukkan masyarakat sangat serius melihat kejahatan korupsi ini.
3. sebagai alat pembayaran kesalahan
Biasa hukumannya berupa kerja tanpa upah atau bayar denda. Kalau point sebelumnya sangat relatif maka point yang ini sebetulnya cukup objektif dan bisa dihitung. Berapa yang dia korupsi harus dikembalikan sejumlah tersebut berupa denda plus tambahan untuk membuat dia jera. Bila hukuman mati ditinjau dari point ini berarti jumlah yang dibayarkan koruptor sebagai denda melebihi kesalahan dia (asumsi nyawa manusia tidak ternilai, walaupun sebenarnya secara ekonomi saya bisa buktikan bahwa itu tidak benar, tapi untuk argumen ini mari kita anggap nyawa manusia nilainya tak terbatas). Di point ini hukuman mati sangatlah tidak adil bagi para koruptor.
4. sebagai rehabilitasi
hukuman dikenakan supaya yang bersalah bisa berubah dan ketika selesai menjalani masa hukuman dapat membaur ke masyarakat tanpa menimbulkan masalah di sekitarnya lagi. Sekali lagi hukuman mati dalam tinjauan point ini juga sangat memberatkan koruptor karena tidak adanya kesempatan untuk bertobat dan kembali ke masyarakat.
Jadi dari 4 point ini kita mendapat kesimpulan 1 suara pro, 1 suara g jelas (point kedua kurang objective), 2 suara kontra untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Aku bukannya anti hukuman mati, karena hukuman mati aku rasa perlu diberlakukan kepada suatu kejahatan luar biasa yang mana unsur deterrent nya harus jauh melebihi 3 unsur yang lain seperti terorisme, genocide, dan setaranya. Apakah hukuman terhadap korupsi juga memiliki unsur no 1nya yang jauh melebihi point2 lainnya? Aku masih belum terlalu yakin if that's the case so far, I might change in the future though.
Lalu hukuman apa yang cocok? Menurutku dimiskinkan dan hukuman sosial bisa dipertimbangkan. Bentuk hukuman sosial yang sudah mulai dilakukan oleh korupedia.org sudah betul, jadi selamanya nama-nama para koruptor itu akan dikenang dan dikenal.
What do you think?

Monday, October 1, 2012

Soccer Fandom Realities: Which One Are You?

As the world's most popular sport, soccer is definitely interesting untuk dibahas dari sudut manapun. Mulai dari klub/negara mana yang paling jago, pemain mana yang paling hebat, pelatih mana yang paling jeli sampai club owner mana yang paling royal belanja pemain. Tapi sangat jarang ada ulasan mengenai fans, thus, this article is dedicated to those who love the sport.
Inggris terkenal dengan suporternya yang sangat fanatik sampai disebut hooligans karena sering bikin rusuh hanya karena masalah sepakbola. Sampai timbul ungkapan "You can change you wife, you can change your religion, but you will never change your club." But not all of the fans are hardcore fans. Berikut adalah pengamatan pribadi penulis sekaligus dari beberapa sumber buku mengenai soccer mengenai jenis-jenis fans yang ada:
1. Fanatik karena alasan geografis
Kalau melihat tim seperti AC Milan, MU, Barcelona, Real Madrid bisa mempunyai fans yang begitu banyak tentu saja bukan sesuatu yang aneh melihat prestasi mereka di dunia international. Tapi kalau tim seperti Cesena, Crewe Alexandra, Extremadura dan sejenisnya bisa memiliki peggemar, nah itu baru unik. Selidik punya selidik most of their fans are local people who live around their homebase. Jadi lebih karena fanatisme geography dan bukan karena segi prestasi. Tipe fans seperti ini biasanya setia tidak tergantung dari prestasi tim yang didukung.
2. Monogamous Fanatism
Fans ini cuman bisa cinta kepada 1 tim saja, entah dengan alasan apapun, bahkan tim seperti MU bisa memungkinkan memiliki fans jenis ini di luar wilayah Manchester atau bahkan di luar negri seperti di Indonesia. Fans jenis ini cinta mati hanya untuk 1 tim saja, tidak ada cadangan tim lain atau berpindah-pindah tim karena prestasi yang naik turun. Akupun termasuk jenis yang ini. Cinta matinya hanya untuk AC Milan (atau Italy kalau timnas), aku pernah coba untuk nonton tim lain, hanya saja tetap tidak ada greget...tidak ada sport jantung...tidak ada keringet gugup...datar..just enjoy the game. My heart already belongs to one team and one team only. Biasanya cinta awalnya karena prestasi atau permainan tim yang bagus, baru setelah "jatuh cinta" prestasi dan fanatisme jadi tidak ada relevansinya lagi. Makanya jarang sekali ada Southampton Fans Club di Indonesia, ataupun Bologna Indonesian Fans Club. Mereka gagal atau sulit untuk membuat orang bisa jatuh cinta pada pandangan pertama.
3. Polygamous Fanatism
Nah, yang ini unik. Fans jenis ini bisa "jatuh cinta" pada lebih dari 1 team. Jadi bisa menjadi fans Arsenal di Liga Inggris tapi juga fans Juventus di Liga Italia. Atau kalau yang lebih nyeleneh bisa 2 tim di liga yang sama, semisal menjadi fans AC Milan dan Inter Milan. Jujur saja, aku pun tidak mengerti bagaimana bisa seseorang meletakkan hati di 2 tempat, apalagi yang saling bersaing, walaupun pada kenyataannya ada.Tidak jarang juga fans jenis ini berpindah-pindah team tergantung dari prestasi. Jadi seperti akhir-akhir ini pastilah fans Barcelona dan Spanyol jenis polygamous semakin menjamur, sama seperti fans Manchester United atau Chelsea pada 5-6 tahun yang lalu. Jadi ada kemungkinan 4-5 tahun ke depan polygamous fans Manchester City dan PSG bisa menjamur bila mereka menuai prestasi yang baik secara konsisten.
4. Que Sera Sera
Kalau jenis yang ini, fans yang masa bodo. Mau sapa yang menang atau kalah ga peduli yang penting pertandingannya yang menarik, banyak gol, banyak drama. Fans jenis ini tidak akan mengerti atau tidak mudah jatuh hati pada 1 team manapun.

For now, that's all I can tell, I have no clue if there is other kind of fandom out there. So which one are you?