Friday, May 18, 2012

No Country For Old Man

Kalau liat judulnya mungkin ada yang ngira aku lagi bikin blog untuk review filmnya Clint Eastwood dengan judul yang sama....jawabannya adalah salah besar!! G ada hubungannya cuman aku sendiri yang menghubung2kan judul itu ke point that I am about to make.
Di koran sudah mulai jadi perbincangan hangat soal kandidat Presiden untuk 2014 (masih jauh kan benernya?? I know...ngapain juga dah mulai bingung). Banyak sekali wacana bahwa para Capres tua itu sudah tidak seharusnya calonin diri lagi karena Indonesia butuh perubahan dan orang tua adalah identik dengan kolot dan anti perubahan. Is that true?
Manusia pada dasarnya adalah makhluk statistik (nah tuh..ini istilah yang aku buat sendiri, copyrighted by Henry Suteja). Maksudnya pada setiap kepala manusia ada suatu set of data yang membantu kita untuk membuat keputusan...mulai keputusan kecil sampai besar. Contoh: setiap hari kita menyetir dari rumah untuk menuju ke tempat kerja misalnya. Nah, kita memiliki banyak options untuk mengambil jalan yang mana kan? Karena seringnya kita menyetir ke 1 tujuan yang sama tersebut membuat kita memperoleh suatu set of data ttg kondisi traffic di jalan tersebut pada waktu itu. Kalau katakanlah dari 10 kali melewati jalan tersebut 8 diantaranya macet, maka secara alam bawah sadar kita akan mencatat bahwa jalan itu pada jam itu = macet. Cari alternatif jalan lain!! Semakin lengkapnya data set kita maka kita akan semakin susah percaya untuk menerima berita/fakta/argumen yang bertentangan dengan data set kita. Katakanlah kita sudah pernah melalui jalan itu 1,000 kali dan 90% di antaranya macet tiba-tiba ada teman yang mengatakan: "hei lewat jalan itu aja, tidak mungkin macet lah" kita secara normal pasti akan menolak atau minimal mengambil sikap skeptis.
Nah, itulah yang terjadi dengan orang tua. Mereka bukan karena salah DNA nya, bukan salah siapa2...tapi mereka hanya being human...being statistical beings. Data set mereka sudah banyak sekali sehingga untuk menerima pesan bahwa ada sesuatu yang berbeda yang lebih baik itu mereka pasti minimal akan bersikap skeptis.
Sama seperti dalam kasus matahari terbit. Aku sudah mengalami matahari terbit dari Timur dan tenggelam di Barat selama 28 tahun (28*365 kali)...nah bayangin aja kalau suatu saat ada yang berkata: "besok matahari akan terbit dari barat dan tenggelam di timur" Apa yang bakal aku bilang? "Omong kosong, pulang sana dan minum obat penenang". Tapi coba bandingankan dengan anak umur 3 tahun ((365*3)-hari mereka tidak pernah tahu apapun tentang terbit tenggelamnya matahari) yang mana data set mereka mengenai terbit dan tenggelamnya matahari masih tidak terlalu banyak. Kemungkinan besar dengan suatu pesan yang sama, anak umur 3 tahun akan lebih mudah percaya. Bukan berarti mereka bodoh lho. Buktinya kalau mereka setiap hari dipaksa makan sayur yang mereka tidak suka dan itu terjadi buanyak kali, coba aja beritau mereka suatu hari bahwa sayur yang mereka benci ini sekarang sudah enak rasanya (tanpa ada perubahan cara masak dll)...apakah mereka bakal percaya? G mungkin, atau paling tidak g mungkin dengan gampang dia bakal bilang "ok, aku makan" (asumsi tanpa disertai ancaman atau iming2 es krim kalau makan sayurnya lho ya)!! So, manusia adalah statistical being. It has nothing to do with age, it's all about the size of the data set.
Kembali ke soal Capres tua tadi, aku bukan berarti bilang bahwa Capres tua berarti kandidat yang lebih baik karena mereka memiliki data set yang lebih luas sebab jangan lupa zaman, budaya, gaya hidup manusia terus berubah sehingga BILA data set yang mereka miliki ternyata tidak applicable dengan situasi terkini...ya repot memang.
Dosen statistikku selalu bilang statistician yang baik itu kuncinya 2:
1. data set yang banyak/lengkap/detail
2. interpretasi yang tepat sesuai konteks dari data set yang sudah terkumpul (recommended reading: how to lie with statistics!!)
So, bukan masalah tua atau muda yang menjadikan orang layak jadi Presiden tapi kepekaan untuk melihat situasi yang ada sekarang dan memang memiliki data set yang cukup banyak dan tepat untuk tahu action apa yang diperlukan untuk membenahi.
Ciao...back to work!!!

3 comments:

  1. Font-nya diganti yg lebih readable please, ini toh bukan puisi hehe

    ReplyDelete
  2. Nah, itu dia...aku sendiri lupa cara gantinya gimana..sek ya..

    ReplyDelete
  3. lek gini yapa...haruse lebih enak ya..kapan hari ta ganti2 soale ben "nyeni" kayak background e gt lho...kayak medieval scroll..tapi aku dewe ya sakit mbaca ne

    ReplyDelete