Sunday, July 22, 2012

Ekonomi vs Mamaku

Minggu kemarin mama belikan aku 1 nasi bungkus untuk makan siang. With a thankful heart i opened it and the smell was gooooddd. Mama temenin aku makan sambil ngobrol-ngobrol aja. Lalu mama lihat aku sisain nasi. "Kok ga dihabisin sih nasinya?" kata mama, "Dah kenyang ma..", "Banyak yang kelaparan kok kamu malah buang nasi?"
Nah, itu dia, statement yang serriinng banget aku dengar yang dipakai untuk menasehati agar seseorang menghabiskan makanannya sampai tuntas. Dulu sih nurut-nurut aja...daripada dimarahin ya aku habisin, tapi berhubung sudah gede kan juga perlu mikir kan.
Let me put on my economics hat (been dusty and rusty hehehe). Bagaimana hubungan antara aku menghabiskan makanan bisa menolong orang-orang yang kelaparan? atau sebaliknya bagaimana aku yang tidak menghabiskan makanan itu membuat penderitaan orang yang kelaparan semakin menjadi.
Okay, yuk straighten up some logic: 1. kita setuju bahwa apa yang aku konsumsi berarti orang lain tidak bisa konsumsi (ya dong, masak aku makan daging dan orang lain bisa makan daging yang aku makan...kecuali aku makan lalu muntah lalu dimakan orang lain...yuukkksss)
2. kita setuju bahwa setiap manusia memiliki limit perut, ketika melebihi limit itu kita akan sakit atau paling tidak ya menjadi tidak nyaman. (kecuali mungkin beberapa orang yang aku kenal memang tidak memiliki limit perut, apapun yang dimakan seperti hilang ditelan Black Hole, teori ini tidak berlaku untuk orang2 tersebut)
Berdasarkan logika yang pertama:
Apa yang aku makan seharusnya tidak menolong ataupun merugikan orang lain yang kelaparan. Justru dengan semakin banyaknya makanan yang aku makan semakin sedikit yang tersisa untuk orang lain sehingga bisa drive up the price. Justru dengan menyisakan makanan itu berarti semakin banyaknya makanan tersedia untuk orang lain, bila diasumsikan sisa makanan itu dibungkus dan diberikan kepada orang lain yang mau. Kalaupun pada akhirnya dibuang tetap saja tidak merugikan siapa pun.
Berdasarkan logika yang kedua:
Bahwa menghabiskan makanan adalah tanda bahwa kita mensyukuri apa yang kita punya itu aku setuju. Membuang-buang makanan secara tidak perlu dan berlebihan adalah tindakan tidak menghargai apa yang Tuhan sudah anugerahkan. Tetapi menurut aku juga perlu diberi garis bawah bahwa tubuh kita perlu dijaga juga. Kembali pada problem nasi bungkus tadi, mau tidak mau kita harus menerima porsi yang sudah diberikan. Untuk setiap sendok nasi yang aku makan akan memberikan benefit yang berbeda-beda (marginal profit). Sendok pertama biasanya memberikan benefit paling tinggi karena aku dalam keadaan lapar dan sendok pertama gave a rewarding feeling the most. Semakin lama semakin berkurang karena perut semakin kenyang sehingga keuntungan yang didapat dari makan nasi tersebut semakin sedikit. Sampai pada akhirnya aku dalam keadaan kenyang yang mana berarti keuntungan yang aku dapat adalah 0 untuk sendok nasi yang terakhir tersebut. Bila aku masih meneruskan makan nasi berarti sendok nasi yang berikutnya memiliki benefit less than 0 alias negatif alias justru merugikan. Lalu kenapa aku harus memaksa diri untuk mengambil semua nilai negatif tersebut padahal juga tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan dalam proses tersebut selain diri sendiri (ingat logika yang pertama tadi).
Nah, bottom line is secara hukum ekonomi pembuangan/penghamburan/penyisaan yang dalam batas wajar adalah efisien dan masuk akal untuk dilakukan. Yang justru tidak masuk akal adalah memaksakan diri untuk tidak membuang atau menghamburkan apapun tapi tidak memberikan benefit apa-apa kepada siapa-siapa.
Anyway, I love my mom and I think it is a great teaching for any kids to minimize any unnecessary waste and not making it as a habit. If u know how and it is under your control try your best not to make any waste. And for parents, we need to know as well when to throw away food..unless u don't mind your kids having problem with obesity.

9 comments:

  1. Haha..!! According to our ancestors (the Chinese), the solution is: "Today's white rice is tomorrow fried rice." aka recycle.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aahhh recycle...itu aku g kepikiran..good one good one

      Delete
  2. Kalo udah kira2 gak bakal habis, ya dipisahin dulu ya tow, bukan dibuang :P

    ReplyDelete
  3. Udah kena bumbu...bakalan basi kalau dipisahin..hehehe

    ReplyDelete
  4. Setuju!! Counter-logical tuh nasehatnya!!

    ReplyDelete
  5. setuju memang nasihatnya mungkin ambuh 20 tahun lalu tapi jaman sekarang kena teori ekonommi jadi basi! Hidup nunuque kalahkan mitos2 seperti ini! Apa berikutnya?

    ReplyDelete
  6. setuju memang nasihatnya mungkin ambuh 20 tahun lalu tapi jaman sekarang kena teori ekonommi jadi basi! Hidup nunuque kalahkan mitos2 seperti ini! Apa berikutnya?

    ReplyDelete
  7. Ah, kalo aku dulu jg dingomongin gitu. Tapi tanteku justru ngomong satu kalimat yang bagi aku jauh lebih Alkitabiah: Makanan untuk manusia, bukan manusia untuk makanan. Masak sih gara2 sisa makanan kita sampe mikirin kelaparan seluruh dunia gitu. Bukan bilang kita nda manusiawi apa segala. Waktu kita doa makan, kita kan juga harusnya udah ingat mereka2 yg kekurangan makanan. Tapi saat yang sama, jangan sampe kita yg udah kekenyangan justru "mencacimaki" makanan yang nda habis2 dimakan di depan kita.
    Satu hal lagi. Ya, mmg kalo bisa dipisahin ya mmg bagusnya dipisahin dulu. Tapi kita tau nunuque lah, sama aku juga: "You can eat all" (bukan "all you can eat")

    ReplyDelete